Seni Ogoh-Ogoh, sebuah tradisi kuno yang kaya akan makna dan simbolisme, menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Nyepi, sebuah perayaan besar dalam agama Hindu di Bali. Ogoh-ogoh, patung raksasa yang mencerminkan sifat negatif Bhuta Kala, menjadi pusat perhatian dalam rangkaian perayaan Nyepi.
Awalnya berasal dari kata “ogah-ogah” yang mengindikasikan sesuatu yang digoyang-goyangkan, ogoh-ogoh digambarkan sebagai sosok menyeramkan yang diarak keliling desa sebelum kedatangan Nyepi.
Tradisi ogoh-ogoh telah tumbuh dan berkembang sejak tahun 1980-an, menjadi atraksi wisata yang menarik di Bali. Tak hanya menjadi wujud dari Bhuta Kala yang jahat, ogoh-ogoh juga melambangkan kerukunan antar umat Hindu dan Islam.
Prosesi arakan ogoh-ogoh dilakukan dengan tujuan untuk membersihkan lingkungan dari kejahatan dan roh-roh jahat, sehingga memastikan kedamaian selama proses Nyepi, hari suci yang penuh dengan keheningan dan meditasi.
Menurut jurnal Tradisi Ogoh-Ogoh di Bali, ogoh-ogoh adalah representasi dari unsur alam (Bhuta) yang jika tidak dinetralisir, dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, prosesi membakar ogoh-ogoh menjadi simbol pembersihan kejahatan dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat.
Dalam esensi kirab ogoh-ogoh, Surabaya pun ikut merayakan pawai seni ogoh-ogoh dengan harapan membawa pesan keharmonisan dalam keberagaman budaya, yang diwujudkan melalui rute pawai yang mengelilingi balai kota.
Surabaya kali ini menghelat pawai seni ogoh-ogoh yang berlangsung di balai kota pada Minggu, 10 Maret 2024. Melansir dari instagram @sapawargasby rute yang dilalui selama pawai dimulai dari halaman Balai Kots Surabaya – Jalan Sedap Malam – Jalan Jimerto – Jalan Jaksa Agung Suprapto lalu kembali lagi ke Balai Kota Surabaya