Wastra ini diberikan di salah satu rangkaian agenda yang dijalani Kaka di Plaza Indonesia, Di sederet foto tampak mantan penggawa AC Milan itu menyampirkan kain tradisional Indonesia.
Seperti penggunaan wastra tradisional lain dari Indonesia, sehelai kain tenun ikat Malaka yang dibawa pulang Kaka sebagai oleh-oleh pun punya makna mendalam,Salah satunya eksistensi wastra itu merupakan simbol kemandirian para perajinnya yang kebanyakan perempuan di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tenun sarat merupakan kain kekhasan tenun ikat di Pulau Timor itu jadi salah satu ucapan selamat datang dari tuan rumah di desa-desa di Malaka terhadap para tamu sebagai simbol penyambutan kedatangan Ricardo Kaka di Indonesia.
Sementara dalam penyambutan tradisional di Kabupaten Malaka, tenun itu dipersembahkan berdampingan dengan sirih dan pinang.
Dalam pengerjaan kain sendiri para penenun akan membedakan tentang laki-laki dan perempuan yang terletak pada warnanya, Kain laki-laki, yang disebut tasmaneh denganpembuatan lebih rumit daripada kain perempuan yang dinamai futus.
Kain Ikat Malaka perempuan warnanya lebih beragam, seperti hitam, merah kuning, biru, dan hijau, namun biasanya hanya memuat satu motif. Karena motifnya hanya satu, kain perempuan membutuhkan waktu pembuatan lebih singkat sampai satu bulan.
Sementara itu kain tenun laki-laki lebih rumit dengan motif berulang yang Disebutkan bahwa di NTT, terutama Malaka, menenun merupakan wujud emansipasi perempuan.