Wingko babat adalah salah satu camilan khas Indonesia yang memiliki cita rasa khas. Rasa manis dari wingko babat inilah yang membuat makanan ini banyak dicari di toko-toko sebagai salah satu oleh-oleh ketika berkunjung ke daerah Lamongan dan Semarang.
Nama ‘babat’ rupanya diambil dari nama tempat dimana panganan ini pertama kali muncul. Babat yang dimaksud adalah Kota Babat, salah satu kecamatan di Lamongan, Jawa Timur.
Di Babat, jajanan berbahan tepung ketan dan kelapa ini muncul sejak 1898. Pembuat pertamanya, pasangan Loe Soe Siang dan istrinya Djoa Kiet Nio.
Pada 1946, menurut jurnal yang diterbitkan dalam Journal of Indonesia History 10 (1) 2021 itu, Loe Lan Hwa mulai memproduksi wingko babat di Semarang. Selain dijual dari pintu ke pintu, jajanan itu juga dititipkan pada satu kios sederhana penjual makanan di Stasiun Tawang. Lambat laun, wingko babat buatan Loe Lan Hwa mulai digemari hingga kini dikenal sebagai makanan khas Semarang.
Semula wingko babat olahan Loe Lan Hwa dan suaminya hanya dibungkus kertas tanpa merek. Setelah banyak pembeli yang bertanya, akhirnya wingko babat itu diberi nama ‘Cap Spoor’. Ide nama dan logo itu dari gambar sampul buku saran di gerbong restorasi atau kereta makan. Sebab, D Mulyono suami Loe Lan Hwa bekerja di bagian restorasi kereta.
Seiring perkembangan Bahasa Indonesia, “Cap Spoor” kemudian diganti ‘Cap Kereta Api’ (brosur wingko babad cap kereta api, 2020). Karena banyak pelanggannya yang bingung setelah muncul wingko babat buatan orang lain yang juga menggunakan merek bergambar kereta api, Loe Lan Hwa pun menambahkan nama D Mulyono d/h Loe Lan Siang (nama ayahnya) pada kertas pembungkusnya.
Pada 1958, D Mulyono mulai mendaftarkan merek dagang wingko buatannya. Karena beberapa kompetitor juga menggunakan merek kereta api, D Mulyono mengajukan somasi kepada para produsennya. Sejak itulah muncul banyak wingko babat selain merek ‘Kereta Api’ di Semarang. Selain dititipkan ke kios-kios penjual makanan, wingko babat juga mulai dijual secara asongan.
Pada 1965, pusat perdagangan di Semarang bergeser dari kawasan Kota Lama, Pecinan, dan alun-alun di depan Masjid Kauman ke kawasan Simpang Lima yang baru dibangun. Jalan Pandanaran yang berada di antara Tugu Muda dan Simpang Lima mulai banyak berdiri toko oleh-oleh seperti Bandeng Juwana dan pedagang kaki lima.
Sejak Loe Lan Hwa dan suaminya membuka usaha pada 1946, wingko babat sampai sekarang lebih dikenal sebagai makanan khas Semarang daripada daerah asalnya di Kecamatan Babat, Lamongan. Produsen wingko babat kini juga tersebar di beberapa wilayah di Semarang.