Setelah dua pekan perayaan imlek, etnik tionghoa biasanya akan merayakan hari raya Cap Go aneh yang sebenarnya bernama resmi hari raya Yuan Xiao Jie dengam arti malam ke-15 Tahun Baru Imlek. Perayaan itu sudah ada sejak Dinasti Han.
Pada perayaan Cap GO Meh ada satu hal yang sangat khas yakni sajian lontong Cap Go Meh yang merupakan makanan yang hanya ada di Indonesia. Makanan ini merupakan makanan modifikasi dari masyarakat China peranakan yang tinggal di Indonesia tepatnya di Semarang.
Pada zaman dulu, China peranakan yang tinggal di Indonesia khususnya Semarang sering berbaur dengan masyarakat muslim setempat. Mereka sering melihat masyarakat muslim menyajikan opor ayam dan ketupat di hari ke 7 setelah hari raya Idul Fitri sebagai sajian khas Syawalan atau sajian bodo ketupat.
China peranakan dan masyarakat muslim setempat sejak dulu saling hidup berdampingan, majemuk dan bertoleransi satu sama lain sehingga rasa toleransi yang tinggi kemudian membuat China peranakan ikut menyajikan sajian yang mirip dengan sajian syawalan pada saat perayaan Cap Go Meh. Sajian itu kemudian diberi nama lontong Cap Go Meh sebagai sajian adaptasi dari masakan Indonesia lebih tepatnya masakan Jawa.
Sajian lontong Cap Go Meh biasa disajikan pada hari ke 15 setelah perayaan Imlek yang terdiri dari lontong, opor ayam, sambal goreng ati, sambal, sayur lodeh, telur pindang dan yang paling khas adalah bubuk koya atau bubuk kedelai.
Selain menjadi sajian khas usai perayaan Imlek karena rasanya yang khas, lontong Cap Go Meh juga disajikan karena dipercaya sebagai lambang keberuntungan. Bentuk lontong yang panjang melambangkan panjang umur, telur pindang melambangkan keberuntungan dan kuah santan pada opor serta lodeh yang berwarna kuning keemasan melambangkan emas atau kekayaan. Mereka yang menyajikan dan menyantap lontong Cap Go Meh dipercaya akan mendapatkan hidup penuh keberuntungan serta umur panjang.