Pancasila merupakan sebuah pedoman dan satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah diterapkan oleh mayoritas masyarakat Indonesia sebagai cerminan dalam kehidupan.
Dalam siaran press yang diterima dari Gerakan Kebajikan Pancasila (GKP) menerangkan bahwa beberapa tokoh di Indonesia berawal dari masa kampanye Pilpres 2014 yang saat itu dianggap sentimen agamanya begitu besar sehingga Ideologi Pancasila dianggap perlu kembali diingatkan agar masyarakat dapat kembali menghayati nilai luhur pada isi butir yang ada dalam Pancasila.
Melalui perjalanannya GKB tersebut akhirnya diubah dan disahkan Presiden Jokowi sebagai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang beberapa waktu lalu melantik Profesor Drs. K.H. Yudian Wahyudi Asmin M.A., Ph.D. sebagai Kepala BPIP.
Prof Yudian sendiri selaku Akademisi yang telah dikenal kiprahnya menuliskan berbagai gebrakan dengan menulis buku diantaranya pernah menerjemahkan 53 judul buku filsafat dan ke Islaman dari bahasa Arab, Inggris dan Perancis ke dalam bahasa Indonesia (plus dari Inggris ke Arab) yang sangat dikagumi banyak kalangan.
Pada kesempatannya Guru besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menjabat sebagai Rektor menjelaskan bahwa yang saya maksud adalah bahwa Pancasila sebagai konsensus tertinggi bangsa Indonesia harus kita jaga sebaik mungkin.
Karena pancasila itu agamis dari cerminan kelima sila Pancasila yang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang dapat ditemukan dengan mudah dalam Kitab Suci ke enam agama yang diakui secara konstitusional oleh NKRI.
Dalam siaran press Prof Yudian juga menyatakan bahwa pancasila sering dihadap – hadapkan dengan agama oleh orang – orang tertentu yang memiliki pemahaman sempit dan ekstrim, padahal mereka itu minoritas (yang mengklaim mayoritas).
Salah satunya dalam konteks inilah agama dapat menjadi musuh terbesar karena mayoritas, bahkan setiap orang beragama. Padahal Pancasila dan Agama tidak bertentangan, bahkan saling mendukung.