R.A Kartini adalah sosok pahlawan yang memperjuangkan hak kaum wanita, tanggal 21 April merupakan hari Kartini yang juga menjadi tanggal kelahiran R.A Kartini. Kalau bukan karena Kartini perempuan Indonesia tidak akan maju dan modern seperti saat ini, untuk mengenang jasa jasa beliau mari kita bahas Fakta Fakta yang belum diketahui banyak orang Indonesia tentang R.A Kartini.
Kartini Menjadi Nama Jalan di Belanda
Tidak hanya menginspirasi kaum perempuan Indonesia, melainkan kaum perempuan Belanda juga ikut merasakan hal yang sama. Dalam Buku yang berjudul “Door Duisternis Tot Lich” terasa akan ketidak adilan yang harus diterima kaum perempuan pribumi di tanah Jawa, Buku ini berisi surat-surat Kartini dalam Bahasa Belanda.
Nama Kartini diabadikan oleh pemerintahan Belanda sebagai nama jalan, ada empat jalan di Belanda yang memakai nama Kartini seperti di Urtecht ada Jalan R.A Kartinistraat, di Haarlem ada Jalan Kartini, di Venio ada Jalan R.A Kartinistraat yang terakhir di Ibu Kota Belanda yaitu Amsterdam juga mempunyai jalan bernama R.A Kartinistraat yang bertempat di pusat kota Amsterdam.
Kartini Tidak Bangga dengan Gelar Kebangsawannya
Kartini di beri gelar Raden Ayu oleh Ayahnya di masa kecilnya pun kerap di panggil sebagai Raden Ayu Kartini, namun sebenarnya dirinya tidak suka dengan panggilan Raden Ayu ini.
Kartini memperhatikan di sekitarnya sudah banyak perempuan yang di panggil Raden Ayu seperti dirinya, lalu ia berusaha mempelajari makna dibalik panggilan tersebut, hingga suatu hari ia tahu bahwa status kebangsawanannya dengan panggilan Raden Ayu tidak ada yang bisa dibanggakan, sehingga ia lebih senang dengan panggilan “Kartini” saja.

Kartini Memiliki Darah Bangsawan dan Ulama
Kartini terlahir pada 21 April 1879 di Jepara, Ayah Kartini berdarah bangsawan yang bernama Adipati Ario Sosroningrat yang saat itu menjabat sebagai Bupati Jepara yang memiliki garis keturunan dari Sultan Hamengkubuwono VI.
Sedangkan ibunya yang bernama M.A Ngasirah yang merupakan anak dari ulama ternama di Jepara yakni Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono yang merupakan guru ngaji di daerah Teklukawur, Jepara, hal ini menurut catatan sejarah pemerintahan D.I Yogyakarta.
Disekolah Di Bully di Rumah di Kurung
Saat sekolah, Kartini kecil kerap menghadapi diskriminasi dan cemooh dari guru-guru Belanda. Karena, ia adalah perempuan dan bangsa berkulit cokelat. Guru-guru tidak rela memberikan nilai tertinggi untuk anak Jawa, meskipun si murid berhak menerima. Kartini hanya boleh menempuh pendidikan sampai sekolah dasar, setelah itu ia dipingit di rumah. Sehingga, ia kehilangan masa kecilnya.
Ketika zaman itu, perempuan memang hanya dikurung di rumah untuk menunggu laki-laki tak dikenal datang menjemput dan menikahinya. Untuk mengisi waktu, Kartini rajin membaca majalah, buku, dan surat kabar yang bercerita tentang gerakan emansipasi perempuan di Eropa. Itulah yang menginspirasi dirinya untuk memperjuangkan hak dan martabat perempuan.
Kartini Mempunyai Bisnis Kayu
Kartini juga mendirikan sebuah bengkel ukir kayu untuk para pemuda di Rembang. Sehingga, kriya ukir dan kayu telah lama menjadi tulang punggung perekonomian di Kabupaten Jepara dan Rembang. Ia berhasil membuktikan bahwa apa pun jalan yang dipilih tidak akan menghalangi jalan untuk mewujudkan impian. Meskipun jalan yang ditempuh sangat berliku.