Era digitalisasi dan teknologi di setiap sektor tidak dapat dihindari termasuk industri musik. Tren masyarakat saat ini sudah mulai berubah. Mulai dari era piringan hitam, kaset pita, compact disc (CD) atau Digital Video Disc (DVD) hingga layanan musik berbasis streaming dengan sistem unduh.
Sebagai rangkaian kegiatan Pameran Museum Indonesia Bermusik yang diselenggarakan dari tanggal 20 Maret – 28 April 2019, House of Sampoerna juga turut mengadakan kegiataan Museum Talk dengan judul Digitalisasi Musik yang menghadirkan dua narasumber yaitu Hengki Herwanto selaku Ketua Museum Musik Indonesia dan Redy Eko Prastyo selaku Manager Stasiun UB Radio sekaligus musisi.
Dalam siaran press yang diterima Redy Eko Prastyo mengatakan bahwa manfaat dari kemajuan teknologi berupa digitalisasi adalah sebuah kemudahan bagi para pengguna yang hanya dengan satu media dan sentuhan jari masyarakat dapat lasung dengan mudah mendengar lagu- lagu kesukaannya.
Dengan adanya digitalisasi musik ini secara otomatis membuat produk fisik menghilang secara pelan namun pasti yang terasa pada tahun 2010 seiring dengan meroketnya ring back tone (RBT) sepanjang tahun 2008-2010.
Namun dengan adanya terobosan dari berapa aplikasi musik yang telah ada di Appsstore ini mampu menjadi bukti dalam mengurangi pembajakan hingga saat ini hampir setiap orang mendapatkan kesempatan untuk bekarya dan membuat album digital ke layanan streaming sesuai dengan keinginan masing-masing tanpa banyak interupsi dari pihak luar.
Langkah digitalisasi ini dirasa Museum Musik Indonesia cukup efektif dalam menyelamatkan lagu dan musik yang pernah terekam di masa lalu. Dalam proses digitalisasi, musik di dokumentasi dengan rapi mulai judul, penyanyi, pencipta, tahun, label produksi serta data lain yang dirasa penting.